DESA KECIL BERJUTA CERITA
Lalonaha,
Hallo, Perkenalkan nama saya Mia Lestary, saat ini saya sedang menempuh pedidikan di Universitas Halu Oleo jurusan Perpustakaan dan Ilmu Informasi. yukk intip seputar cerita Desa kecilku tercinta, Ejoyyy..
Di Sulawesi Tenggara terdapat 17 kota/kabupaten, salah satunya yaitu kota/kabupaten kolaka. Penduduk asli atau mayoritas kota kolaka adalah suku Tolaki, sehingga nama kecamatan dan desa kota ini lebih banyak menggunakan bahasa Tolaki dan gedung pemerintahan tepatnya kantor bupati yang merupakan kantor pemerintahan teratas atau terbesar di kota kolaka menggunakan bahasa tolaki yaitu Wonua Sorume yang artinya Bunga Anggrek, begitu pula dengan kecamatan yang ada di wilayah kota kolaka seperti kecamatan wolo.
Kecamatan wolo mempunyai beberapa desa salah satunya yaitu desa Lalonaha. Desa ini terletak di sebelah utara kota kolaka tepatnya berbatasan dengan desa Iwoimopuro dan desa Lana, berjarak kurang lebih 65 km dari kabupaten kolaka. Kata Lalonaha berasal dari bahasa Tolaki yaitu tumbuhan yang menyerupai rotan dan biasa dianyam menjadi tikar anyaman karena bentuknya panjang. Di beri nama lalonaha karena di kala itu terdapat banyak tanaman lalonaha (rumput panjang menyerupai rotan) di hutan tersebut yang sekarang telah menjadi desa.
Penduduk desa Lalonaha adalah suku Toraja Barat yaitu Polewali dan Mamasa yang pada awal tahun 1978 warga Kecamatan Pana Toraja Barat mencari lahan untuk di kelola berharap agar hidupnya menjadi lebih baik saat itu sampai akhirnya mereka memutuskan untuk menetap di desa tersebut, mereka juga merupakan orang pertama yang mengelola tempat itu. Awalnya hanya 11 orang yang datang yakni Karel S, Samuel Otong, Tangnga Lalan, Anton, M talebong, Markus Ilang, Paulus Ilang, R Talebong, Dominggus Goa, Nehemia dan Tangdi karena mendapat berita dari Zeth Palallo bahwa ada suatu tempat yang tanahnya bagus dan cocok untuk bertani yaitu di Unaasi (dulunya desa 19 november) sehingga mereka memutuskan datang dari Polewali dan Mamasa untuk melihat tanah tersebut untuk dijadikan lahan persawahan untuuk mereka, namun setelah melihat lahan tersebut mereka kurang yakin karena mereka melihat sudah ada tanda-tanda bahwa lahan itu pernah diolah lalu mereka berniat pulang atau kembali ke Mamasa, namun Zeth Palallo yang merupakan orang yang memanggil ke 11 orang ini yang juga merupakan keluarga merasa kurang enak jika ke-11 keluarganya ini pulang tanpa membawa hasil apapun, sehinnga Ia mencarikan jalan keluar dengan mengarahkan ke bagian utara yaitu Kecamatan Wolo lalu disanalah mereka mulai merentes tempat atau hutan itu yang memang belum ada tanda-tanda bahwa lahan itu pernah di olah, kemudian mereka menandai lahan sebanyak-banyaknya untuk dijadikan sebagai lahan mereka dan mengelolanya karena saat itu belum orang yang mengeloala lahan itu dan sistem yang digunakan yaitu sistem menunjuk atau menandai lahan dan saat itu pula belum ada undang-undang yang mengatur tentang pembagian lahan dan hak milik. Setelah mereka menandai lahan, mereka kemudian memanggil sanak saudara mereka dan memulai kehidupan dan menetap di tempat itu dan beranak cucu sehingga tempat itu dipenuhi oleh suku Polewali Mamasa lalu tempat itu dikategorikan layak atau memenuhi kriteria untuk menjadi sebuah desa yang di beri nama desa Lalonaha oleh pemerintah setempat, namun masyarakat lebih lazim dengan panggilan desa PolMas (Polewali Mamasa).
Mia Lestary
Kendari, 18 Oktober 2018